Banyaknya pilihan obat tetes pada saat mata memiliki masalah
mewarnai kehidupan masyarakat di zaman sekarang ini. Penggunaan obat tetes mata
pun terbagi sesuai dengan keperluan yang sedang dihadapi. Di ibukota yang terkenal
sibuk dan ramai seperti Jakarta, besar kemungkinan dapat ditemui konsumsi obat
tetes mata yang berguna untuk menghindari kekeringan pada mata akibat tingginya
penguapan udara ataupun kerja berjam-jam di depan komputer dan ruangan ber-AC.
Begitupun dengan daerah pertanian dan pantai, masyarakat memerlukan obat atau
air mata buatan untuk melindungi mata akibat pengaruh sinar matahari dan angin
yang cukup kencang. Suatu daerah yang padat penduduknya dengan lokasi perumahan
berdempetan, angka infeksi mata dapat meningkat dengan tajam dikarenakan
tingginya angka penularan. Kasus alergi yang bertambah di saat musim tertentu
sudah pasti akan meningkatkan pemakaian obat tetes mata. Pada kelompok usia di
atas 40 tahun dapat dijumpai pula pemakaian obat tetes mata lebih banyak untuk
mengatasi masalah tekanan bola mata atau glaukoma.1 Tingginya
konsumsi obat tetes mata ini membuat kita lebih peduli untuk mengenali obat
tetes mata guna terpeliharanya kesehatan mata, indera penglihatan yang amat
berperan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Di dalam Farmakope Indonesia edisi IV disebutkan larutan obat
mata adalah larutan steril bebas partikel asing yang merupakan sediaan, dibuat
dan dikemas sedemikian rupa sehingga sesuai untuk digunakan pada mata.
Pembuatan obat larutan mata membutuhkan perhatian khusus dalam tonisitas bahan
obat, nilai isotonis, kebutuhan akan dapar, kebutuhan pengawet, sterilisasi,
dan kemasan yang tepat. Di Indonesia, obat
tetes mata kini tersedia dalam 2 sediaan, yakni botol (dosis ganda) dan mini dose (dosis tunggal).2,3,4
![]() |
Gambar 1. Sediaan mini dose |
Kedua sediaan ini secara umumnya berada pada wadah plastik
yang pengunaannya aman berdasarkan persyaratan yang tercantum di Farmakope
Eropa, yakni: wadah yang tidak menguraikan/merusak sediaan akibat difusi atau
perpindahan obat ke dalam bahan wadah dan sebaliknya wadah tidak melepaskan zat
asing ke dalam sediaan. Wadah plastik ini memiliki beberapa keuntungan; selain
murah, ringan, dan mudah digunakan namun juga lebih tahan terhadap kontaminasi karena
menggunakan teknik built-in dropper pada
proses kemasan. Wadah plastik fleksibel ini terbuat dari polietilen atau
polipropilen sehingga disterilkan dengan iradiasi atau etilen oksida di mana
memiliki reaktivitas kimia lebih rendah. Adapun kekurangan dari wadah plastik adalah
dapat menyerap pengawet dan mungkin permeabel terhadap senyawa volatil, uap
air, dan oksigen. Selain itu bila disimpan dalam jangka waktu lama, dapat
terjadi hilangnya pengawet sehingga produk menjadi kering dan teroksidasi.4
![]() |
Gambar 2. Penutup berulir steril |
![]() |
Gambar 3. Botol 15 ml |
Larutan mata sebaiknya digunakan dalam unit kecil. Isi yang
terdapat dalam wadah tidak pernah lebih besar dari 15 ml. Botol 7,5 ml adalah
ukuran yang menyenangkan untuk penggunaan larutan mata. Penggunaan wadah kecil seperti
sediaan mini dose digunakan untuk
pengobatan mata jangka pendek dan dapat meminimalkan jumlah pemaparan
kontaminasi. Setiap wadah ganda (dosis ganda) telah dilengkapi dengan penetes
langsung atau dengan penetes penutup berulir steril yang dilengkapi dengan
pipet karet/plastik. Kita tetap harus berhati-hati terhadap obat tetes mata
yang penggunaannya untuk jangka waktu lama karena kemungkinan tumbuhnya kuman
Pseudomonas aeruginosa lebih besar.4,5
Scoville menyebutkan, Pseudomonas aeruginosa (B. pyocyaneus;
P. pyocyanea; Blue pas bacillus) ini merupakan mikroorganisme berbahaya dan oportunis,
tumbuh baik pada kultur media yang menghasilkan toksin dan zat/produk
antibakteri, cenderung untuk membunuh kontaminan lain dan menjadikan
Pseudomonas aeruginosa untuk tumbuh pada kultur murni. Bacillus atau kuman gram negatif ini menjadi sumber dari infeksi yang
serius pada kornea (keratitis dan ulkus) sampai dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan dalam waktu 24-48 jam.2,5,6 Selain itu, kontaminasi
bakteri lainnya turut mempengaruhi perubahan asam basa atau pH larutan yang
dapat menurunkan kemampuan obat.6
![]() |
Gambar 4. Keratitis oleh Pseudomonas Aeroginosa |
Hal lain yang perlu diperhatikan oleh pengguna obat tetes
mata adalah label obat. Ada baiknya kita selalu melihat label batas waktu
sediaan tersebut tidak boleh digunakan lagi terhitung mulai wadah pertama kali
dibuka dan tetap memperhatikan kapan waktu kadaluarsa obat.7 Dari survey yang dilakukan oleh Stevens dan Matheson,
dilaporkan bahwa dari 216 botol obat mata yang dibawa pulang oleh pasien, 5 di
antaranya terkontaminasi oleh bakteri. Penelitian ini memberikan sebuah saran baru
mengenai lama waktu yang paling aman untuk menggunakan obat tetes mata pada
wadah yang sudah dibuka, yaitu 72 jam.8
Demikian uraian singkat mengenai pilihan sediaan obat tetes mata,
semoga bermanfaat bagi kita. Untuk bahan diskusi selanjutnya, Anda dapat
membaca Prosedur Meneteskan Obat Mata
dan Penggunaan Obat Tetes Mata yang
Berlebihan. (intan)
DAFTAR PUSTAKA
- Affandi ES. Some data on primary glaucoma at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Ophthalmologica Indonesiana 1986; 10(1): 2–7
- http://fakfarmasiuit.blogspot.de/2012/06/tekno-iii-tp.html, 22 Juni 2015
- Ditjen POM, (1995), Farmakope Indonesia, Edisi IV, Depkes RI, Jakarta.
- http://de.slideshare.net/gueste9e94ae/tetes-mata, 22 Juni 2015
- Jenkins, G.L., (1969), Scoville’s:The Art of Compounding, Burgess Publishing Co, USA.
- Nentwich MM. Microbial contamination of multi‐use ophthalmic solutions in Kenya, British Journal of Ophthalmology 2007; 91(10):1265-1268, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2000994/ 22 Juni 2015
- Wessels I F, Bekendam P, Calvin W S. et al Open drops in ophthalmology offices: expiration and contamination. Ophthalmic Surg Lasers 199930540–546.546 [PubMed]
- JD Stevens, MM Matheson. Survey of the contamination of eyedrops of hospital inpatients and recommendations for the changing of current practice in eyedrop dispensing. British Journal of Ophthalmology, 1992,76, 36-38, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC504146/ 22 Juni 2015
No comments:
Post a Comment